Tips Usaha akan memberikan informasi terkait Hak Paten.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak paten di Indonesia berdasarkan kepada Undang-undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang paten sebelumnya yaitu Undang-undang No. 6 tahun 1989 yang juga telah diubah dengan Undang-undang No. 13 tahun 1997. Pada prinsipnya, Undang-undang No. 14 tahun 2001 dan peraturan-peraturan sebelumnya dibuat dengan memperhatikan perjanjian-perjanjian internasional yang berlaku di Indonesia maupun internasional, perkembangan teknologi, perdagangan dan industri, dan kebutuhan akan ketentuan dan peraturan yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi para inventor dan invensinya.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak paten di Indonesia berdasarkan kepada Undang-undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten. Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang paten sebelumnya yaitu Undang-undang No. 6 tahun 1989 yang juga telah diubah dengan Undang-undang No. 13 tahun 1997. Pada prinsipnya, Undang-undang No. 14 tahun 2001 dan peraturan-peraturan sebelumnya dibuat dengan memperhatikan perjanjian-perjanjian internasional yang berlaku di Indonesia maupun internasional, perkembangan teknologi, perdagangan dan industri, dan kebutuhan akan ketentuan dan peraturan yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi para inventor dan invensinya.
Inventor yang pertama kali mengajukan permohonan hak paten dianggap sebagai pemilik hak paten, tercantum dalam Pasal 34 UU Paten yang berbunyi sebagai berikut:
"Apabila untuk satu Invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan oleh Pemohon yang berbeda, Permohonan yang diajukan pertama yang dapat diterima."
Biaya yang dikeluarkan untuk mengajukan permohonan hak paten, ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehakiman. Ketentuan-ketentuan tentang tarif permohonan paten pada dasarnya dibagi menjadi permohonan paten dan paten sederhana. Yang membedakan antara lain adalah jangka waktu paten yaitu 20 (dua puluh) tahun dan paten sederhana yaitu 10 (sepuluh) tahun.
"Apabila untuk satu Invensi yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan oleh Pemohon yang berbeda, Permohonan yang diajukan pertama yang dapat diterima."
Biaya yang dikeluarkan untuk mengajukan permohonan hak paten, ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehakiman. Ketentuan-ketentuan tentang tarif permohonan paten pada dasarnya dibagi menjadi permohonan paten dan paten sederhana. Yang membedakan antara lain adalah jangka waktu paten yaitu 20 (dua puluh) tahun dan paten sederhana yaitu 10 (sepuluh) tahun.
Pada proses awal, permohonan paten yang diajukan ke Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI) membutuhkan biaya sebesar Rp 575.000,- (lima ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) per permohonan. Sedangkan untuk permohonan paten sederhana, biayanya sebesar Rp 125.000,- (seratus dua puluh lima ribu rupiah) per permohonan. Setelah permohonan tersebut melalui pemeriksaan administratif dan diumumkan, terdapat biaya untuk proses selanjutnya yaitu pemeriksaan substantif untuk menentukan apakah permohonan hak paten diterima atau ditolak. Untuk pemeriksaan paten terbagi menjadi pemeriksaan substantif profit sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) per permintaan, dan non profit sebesar Rp 900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah) per permintaan. Sedangkan untuk pemeriksaan substantif paten sederhana dikenakan biaya sebesar Rp 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu).
Biaya-biaya yang telah disebut di atas tentunya belum termasuk biaya tahunan untuk pemeliharaan hak paten, serta biaya-biaya lain yang mungkin dapat timbul sejalan dengan periode hak paten tersebut berlaku. Misalnya, biaya yang timbul apabila terdapat klaim yang akan dijelaskan berikutnya, atau biaya konsultan yang membantu pengajuan permohonan hak paten, serta biaya lainnya. Untuk lebih jelasnya, ketentuan-ketentuan mengenai biaya yang lebih terperinci dapat dipelajari dalam PP No. 50 tahun 2001 Pasal 1.
Selanjutnya mengenai berapa lama hak paten tersebut dapat diperoleh, tentunya bergantung pada kelengkapan persyaratan-persyaratan termasuk persyaratan administrasi, dan proses pemeriksaan substantif hak paten akan memakan waktu yang lama. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 42 UU Paten yang menyebutkan:
"2. Pengumuman dilakukan :a. dalam hal Paten, segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak Tanggal Penerimaan atau segera setelah 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal prioritas apabila Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas, atau b. dalam hal Paten Sederhana, segera setelah 3 (tiga) bulan sejak Tanggal Penerimaan."
Setelah permohonan hak paten diumumkan, proses berikutnya adalah mengajukan permohonan pemeriksaan substantif yang jangka waktunya seperti yang tercantum dalam Pasal 49 mengenai pemeriksaan substantif dan Pasal 54 UU Paten yang menyebutkan :
"Direktorat Jenderal berkewajiban memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan :a. Paten, paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 atau terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) apabila permohonan pemeriksaan itu diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman tersebut. b. Paten Sederhana, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak Tanggal Penerimaan."
Pelanggaran hak paten, terdapat beberapa pasal yang perlu diperhatikan. Satu pasal yang terpenting adalah Pasal 16 UU Paten yang menyebutkan:
"Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya :a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau di diserahkan produk yang diberi Paten, b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a."
Dengan berdasarkan pada Pasal 16 tersebut, seorang pemilik hak paten yang menemukan suatu pelanggaran dapat mengajukan gugatan berdasarkan pada Pasal 118 UU Paten yang menyatakan : "1. Pemegang Paten atau penerima lisensi berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga setempat terhadap siapapun yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
2. Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima apabila produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi Paten."
Mengenai ketentuan pidana atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, diatur dalam Pasal 130, Pasal 131 dan Pasal 134 UU Paten. Ketentuan-ketentuan ini menyebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dan paten sederhana dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) untuk pelanggaran paten, dan 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk pelanggaran paten sederhana. Selain pidana penjara dan denda, dengan berdasar pada Pasal 134 UU Paten Pengadilan Niaga juga dapat "memerintahkan agar barang-barang hasil pelanggaran paten tersebut disita oleh negara untuk dimusnahkan".
Demikian tips usaha tentang hak paten. Semoga bermanfaat bagi usaha anda...
0 komentar:
Posting Komentar